(Jelang Olimpiade Tokyo 2020) Kantongi Medali Emas, Ricky Soebagdja: Saya Berjuang Melawan Diri Sendiri

(Jakarta, 26/2/2020)

Seperti gunung yang akhirnya meletus, begitulah Ricky Achmad Soebagdja menggambarkan perasaannya setelah mengantongi medali emas Olimpiade Atlanta 1996 bersama Rexy Mainaky. Beban berat yang dipikulnya selama beberapa tahun terakhir, akhirnya mampu ia selesaikan dengan hasil yang sempurna.

“Setelah menang dapat emas, rasanya seperti ada sesuatu yang sangat besar lepas dari diri saya. Seperti gunung meletus, perasaannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Memang benar-benar momen yang luar biasa. Akhirnya perjuangan yang kami persiapkan, akhirnya bisa dapat,” kata Ricky kepada Badmintonindonesia.org.

“Tentu selain bisa membawa nama negara, mengibarkan bendera merah putih, rasanya sangat luar biasanya. Saya berterima kasih kepada semua yang mendukung saya. Dari mulai pelatih, kawan-kawan yang menjadi sparing. Karena perjuangannya kan bukan cuma saya dengan Rexy saja. Prestasi itu benar-benar berarti buat saya dan luar biasa,” sambungnya.

Ricky/Rexy menjadi juara Olimpiade Atlanta 1996 tepat setelah mengalahkan Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock (Malaysia) 5-15, 15-13, 15-12. Perjuangannya di babak final itu, dikatakan Ricky berlangsung cukup menegangkan. Mereka kalah jauh di game pertama, karena pola main mereka tak bisa berjalan normal. Rasa tegang terus berkecamuk sepanjang laga pembukanya itu.

Apalagi Cheah/Yap merupakan salah satu musuh bebuyutan mereka, yang tak mudah juga untuk dikalahkan. Dikatakan Ricky, lawan terberatnya kala itu merupakan pemain Malaysia dan tentunya rekan sesama pemain Indonesia. Ganda putra Tiongkok dan Korea dinilai Ricky saat itu belum menjadi kendala baginya.

“Di lapangan saat bertanding di final, pada saat main kami kalah game pertama. Saya tidak bisa komunikasi dengan baik bersama Rexy. Ya itu permasalahannya, muncul kekhawatiran yang luar biasa. Rexy pun sama, kerasa tegangnya. Pelatih juga di pinggir lapangan nggak bisa banyak ngomong, hanya memberi semangat saja. Mungkin kebawa tegang juga. Saya hanya berusaha, bahwa pertandingan belum selesai. Rexy juga kan mainnya harus meledak di lapangan. Kalau enggak dia jadi susah mainnya. Di game pertama permainan Rexy hampir nggak keluar, kami kalah jauh 5-15. Sebelum final, pelatih memberi wejangan supaya main rileks, walaupun ini merupakan kesempatan besar yang sayang untuk disia-siakan. Koh Chris (Christian Hadinata) tidak memberikan banyak beban kepada kami. Tapi tetap saja, di lapangan saya terus dihantui rasa khawatir,” ungkap Ricky.

Setelah terpuruk di game pertama, Ricky/Rexy akhirnya berhasil bangkit dan merebut dua game berikutnya. Kemenangan di dua game terakhir itu menjadi penanda dinyanyikannya lagu Indonesia Raya, pada seremoni penyerahan medali ganda putra di Atlanta, Amerika Serikat.

“Setelah kalah di game pertama, untuk membalikkan pikiran dan fokus, saya ingat-ingat lagi bahwa saya sudah punya persiapan yang baik. Harus yakin di situ,” pungkas Ricky.

Ricky/Rexy merupakan ganda terkuat pada masa itu. Berbagai gelar telah mereka raih, lawan-lawan yang menghadang pun mampu mereka atasi. Dengan rangkaian prestasi yang mereka toreh, Ricky/Rexy seperti hampir pasti berpeluang besar untuk menduduki podium utama.

Namun pertandingan Olimpiade Atlanta rupanya cukup menjadi beban bagi Ricky secara pribadi. Rangkaian kekhawatiran terus bergelayut di pikirannya. Dengan penampilan yang gemilang sepanjang tahun ke belakang, Ricky justru takut kalau harus kalah di target utamanya.

Olimpiade Atlanta merupakan Olimpiade kedua bagi Ricky/Rexy. Sebelumnya mereka juga turun di Olimpiade Barcelona 1992, namun kalah di babak perempat final dari Park Joo Bong/Kim Moon Soo.

“Setelah kalah di perempat final pada Olimpiade Barcelona tahun 1992, penampilan kami mulai meningkat. Menjelang Olimpiade 1996 kami jarang sekali kalah. Beberapa turnamen sempat hattrick. Pada saat itu kami memang cukup lama menjadi nomor satu dunia. Sampai setiap habis juara, saya selalu bilang ke Rexy, “Coba ini kalau Olimpiade ya,”. Karena target besar kami kan memang ke Olimpiade. Jangan sampai setelah juara-juara terus, target utamanya malah lepas. Saat itu muncul terus ketakutan seperti itu. Jadi kami saat itu benar-benar menjaga kondisi dengan baik, makan yang cukup, istirahat yang baik,” ujar Ricky ditemui di sela-sela aktivitasnya di Pelatnas PBSI Cipayung.

“Beban itu sebenarnya tidak ada. PBSI tidak membebankan secara khusus harus emas atau apa. Itu pikiran pribadi saya saja. Saya tetap dihantui rasa tegang kalau ini lepas, belum tentu Olimpiade berikutnya kami bisa lolos. Entah karena usia dan persaingan. Jadi momen ini betul-betul Ricky/Rexy harus ambil,” cerita Ricky.

Persiapan Ricky/Rexy menuju Olimpiade Atlanta tidaklah main-main. Selain porsi latihan yang ditambah dari pelatih Christian Hadinata dan Atik Jauhari, Ricky/Rexy juga melakukan latihan tambahan secara pribadi. Tak banyak kendala yang dialami Ricky saat persiapan. Berbagai jenis latihan yang disuguhkan pelatih, terus ia lahap sampai habis.

“Persiapan tahun itu memang luar biasa. Kami fokus dan latihan tambahan terus. Biasanya sehari dua kali latihan, ini jadi tiga kali. Pagi, siang, sore latihan terus. Bahkan karena semangatnya lebih, saya tetap tambahan lagi di luar itu. Betul-betul semangat untuk bisa mempersiapkan diri mengejar ke Olimpiade. Dari pelatih ada tambahan, saya sendiri juga tambahan. Program latihannya juga luar biasa disetting sama pelatih,” ujar Ricky.

“Waktu itu latihannya kan masih di Senayan, kami jalan kaki. Habis latihan baru nyampe istirahat sebentar sudah harus berangkat latihan lagi.  Tapi saya tetap bisa mengikuti program latihan, meski capeknya luar biasa. Bahkan misalnya di sektor ganda putra ini ada yang kelihatan loyo atau capek. Latihannya langsung distop sama Koh Chris, disuruh nyebrang ke stadion Madya di sebelah. Malah disuruh lari semuanya. Jadi walaupun cuma satu atau beberapa yang loyo, semuanya jadi ikut kena latihan. Lari 25 putaran, siang-siang, lumayan juga,” kenang Ricky.

“Kalau kendala dari saya sendiri alhamdulillah, secapek apapun saya masih bisa mengikuti. Tapi pernah satu saat saya sudah benar-benar nggak tahan, terasa sangat capai sekali, sampai akhirnya saya muntah dan izin nggak latihan yang berikutnya ke pelatih. Selama ini saya nggak pernah absen walaupun dikasih latihan seberat apapun. Setelah mereka selesai latihan, temen-temen cerita kalau latihannya tadi langsung dikasih santai sama Koh Chris. Jadi saat itu saya patokannya. Kalau saya sudah tumbang, itu berarti latihannya benar-benar berat. Makanya pelatih sedikit mengendorkan latihan. Saya termasuk hampir nggak pernah absen. Pernahnya karena cacar air beberapa hari absen. Itu kan benar-benar nggak bisa latihan,” ungkap Ricky. 

Dengan persiapan yang matang, Ricky/Rexy cukup percaya diri untuk menghadapi laganya di Atlanta. Namun lagi-lagi, ketakutan akan kalah terus membayangi Ricky. Ricky mengatakan, ia seperti melawan dirinya sendiri. Melawan pikiran negatif yang menghantuinya. Beruntung akhirnya segala ketakutan dan kekhawatiran Ricky berbuah manis. Semua kendala yang ada mampu dihadapi, hingga akhirnya ia bersama Rexy berdiri di podium tertinggi.

“Yang pertama saat main di Olimpiade Atlanta, kami cukup percaya diri dengan persiapan yang matang. Tapi balik lagi, main di Olimpiade ini saya khawatir nggak dapat emas. Kekhawatiran itu sangat besar saya rasakan. Saya seperti melawan diri sendiri. Ternyata Rexy juga sama. Jadi Rexy paling bilang, “Ayo kita sama-sama berjuang lah, berdoa Rick,” kami banyak ngobrol juga untuk mengatasi ketegangan itu,” kata Ricky.

“Saya lihat drawing di babak dua ada Bambang/Gunawan. Mereka merupakan lawan yang cukup sulit buat kami kalahkan. Dan saya tahu persis kalau Bambang/Gunawan nggak akan ada takutnya lawan Ricky/Rexy. Setelah babak dua itu lawannya lumayan juga, tapi saya pikir, kami masih bisa mengatasinya. Kendala pertama ada di babak kedua dengan ketemu teman sendiri. Tapi ternyata, Bambang/Gunawan ternyata kalah duluan sebelum kami bertemu,” ujarnya.

“Kekhawatiran akan lepas gelar di sana, saya rasakan terus. Habis main, mau tidur, kepikiran terus. Tapi tetap saya coba untuk menghilangkan itu. Saya berdoa dan jaga kesehatan saja. Karena takut lepas. Akhirnya saya sangat hati-hati. Di lapangan juga saya tidak seperti biasanya. Saking tegangnya saya hanya bisa bilang, “Tahan Ky, siap terus,”. Cuma bisa ngomong itu saja di lapangan. Bisa dibilang kami nggak rileks dan takut kalah,” lanjutnya lagi.

Menjelang Olimpiade Tokyo 2020, Ricky mengaku optimis pada sektor ganda putra. Bukan hanya sekadar merebut medali, Ricky juga yakin peluang tim Indonesia besar untuk mendapat emas dari sektor ini. Ia berharap Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon sebagai pasangan nomor satu dunia, mampu memanfaatkan peluang ini.

“Peluang ganda putra tahun ini sangat besar. Di Olimpiade 2020 nanti kita punya tiga ganda putra yang bagus. Kevin/Gideon punya peluang yang sangat besar untuk meraih emas. Tinggal bagaimana Kevin/Gideon harus berpikir bahwa 2020 harus emas. Mereka harus jaga fokus dan kesehatan, sehingga momennya nanti bisa dapat. Jangan lengah-lengah dulu lah saat ini,” kata Ricky.

“Olimpiade ini benar-benar berbeda auranya, bagaimana di lapangan banyak hal-hal yang tidak terduga bisa terjadi. Itu yang harus dijaga oleh mereka. Karena beberapa turnamen mereka bisa all Indonesian final, mudah-mudahan di Olimpiade nanti bisa terulang. Yang lain saat ini nomor sekian dulu, saat ini fokus dulu ke Olimpiade. Seperti misalnya Gideon yang sudah berkeluarga, harus bisa meminta waktu kepada keluarga istilahnya, supaya bisa lebih fokus persiapan latihan sampai nanti di Olimpiade. Untuk Kevin, sebagai pasangannya, pola pikir dia harus menomor sekiankan yang lain dulu. Fokus semua ke Olimpiade. Momen ini menurut saya adalah momennya mereka. Walaupun selain Kevin/Gideon, Indonesia juga punya pasangan The Daddies yang terus konsisten, masih bisa jaga performa. Kita bersyukur punya dua pasangan yang sangat baik,” jelas Ricky.

Selain Kevin/Marcus dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Ricky juga memuji capaian Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Ricky berharap Fajar/Rian bisa menjadi penerus kekuatan tim ganda putra kedepannya.

“Di luar itu juga ada Fajar/Rian. Yang sebenarnya seharusnya mereka bisa menyodok ke atas. Sebetulnya kalau mereka bisa fokus dari 2018, mereka bisa menggeser Hendra/Ahsan. Tapi ya apapun itu, semua ini sama-sama Indonesia. Sama-sama untuk Indonesia juga. Hanya sayang Fajar/Rian tidak memanfaatkan itu lebih awal. Bisa dibilang itulah kelengahan mereka,” kata Ricky.

“Yang pasti peluang besar Indonesia dapat emas di ganda putra sangatlah besar. Tapi jangan lupa, mereka juga dipelajari lawan. Mereka harus waspada. Paling tidak persiapannya harus maksimal, soal hasil itu urusan Yang Di Atas,” tegas Ricky. (*)