Ini Beberapa Catatan Susy Soal Penampilan Praveen/Melati
(Jakarta, 12/6/2019)
Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti masih belum berhasil merebut gelar juara di Australia Open 2019. Ini merupakan final ketiga bagi Peaveen/Melati pada tahun ini, setelah sebelumnya juga kalah di final India Open 2019 Super 500 dan New Zealand Open 2019.
Di Australia Open 2019, Praveen/Melati dikalahkan unggulan pertama asal Tiongkok, Wang Yilyu/Huang Dongping, dengan skor 15-21, 8-21. Dalam perjalanan ke final, Praveen/Melati menumbangkan unggulan ketiga yang juga juara All England 2018, Yuta Watanabe/Arisa Higashino dari Jepang. Juga pasangan perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti menilai, meskipun belum berhasil mengunci satu gelar, namun Praveen/Melati sudah banyak progres.
"Sebetulnya sayang, berapa kali belum bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Di perempat final dan semifinal, mereka tampil luar biasa, betul-betul luar biasa mainnya. Praveen/Melati ini sebetulnya salah satu pasangan yang ditakuti sama lawannya, tapi balik lagi ke kematangan mereka," ujar Susy saat diwawancara Badmintonindonesia.org.
"Saya melihat mereka sudah mulai stabil, nggak kalah di babak-babak awal. Minimal babak perempat final, semifinal ke final. Kalau sebelumnya bisa kalah sama lawan yang tidak diunggulkan di babak awal, sekarang sudah bisa menunjukkan kelasnya. Praveen/Melati harus mempertahankan peringkatnya di delapan besar dunia, mereka harus tahu standard mereka di mana," kata Susy.
"Praveen itu punya potensi, tinggal kemauan dia, dia harus lebih siap lagi. Kestabilannya masih naik turun, padahal ini waktunya Praveen. Melati cenderung lebih baru di level elit, dibanding Praveen. Jadi tugas Praveen untuk membimbing Melati untuk bisa menarik Melati ke atas supaya bisa jadi pasangan yang solid. Melati memang butuh kerja keras," tambah Susy.
Kekalahan di final Australia Open 2019 merupakan kekalahan kelima beruntun yang dialami Praveen/Melati dari pasangan rangking dua dunia tersebut. Praveen/Melati belum pernah berhasil mengalahkan Wang/Huang.
Permainan cepat dan kematangan strategi yang diterapkan Wang/Huang memang sangat membuat Praveen/Melati kewalahan. Mereka tidak bisa keluar dari tekanan demi tekanan dan sulit mengembangkan permainan.
"Praveen/Melati juga harus lebih cerdik menganalisa lawan, misalnya Wang/Huang, sudah lima kali kalah. Benar-benar harus dipelajari kekalahan sebelumnya, misalnya banyak error, ya perlu ditingkatkan fokusnya, diperkuat defense-nya, misalnya Melati di latihan ‘dikeroyok’ lawan tiga pemain putra. Atau serangannya? latihan smash sampai 1000 bola deh istilahnya," jelas Susy.
"Kalau kami lihat kan pasangan Tiongkok ini pintar, mereka tidak pernah memberi bola ke atas pada Praveen, nah Praveen tidak dapat serangan, sedangkan ini andalan dia. Program latihan dari pelatih mungkin bisa ditambahkan, bagaimana placing-nya Praveen bisa lebih halus, lalu jangan nafsu, nggak apa-apa main reli dulu, adu dulu, begitu ada kesempatan, baru serang. Jadi ini, antisipasi dan pancingan serangan ini yang mungkin bisa diterapkan sebagai variasi bagi Praveen/Melati," tutur Susy.
Secara individu, Susy menilai baik Praveen sama-sama memiliki potensi sebagai pemain ganda campuran top dunia. Praveen/Melati yang kini duduk di peringkat tujuh dunia, beberapa kali mampu menghadang lawan yang memiliki peringkat lebih tinggi.
Praveen/Melati pun sudah memiliki cara tersendiri dalam menghadapi pasangan rangking satu dunia asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, yang terkenal sulit dikalahkan lawan-lawan mereka.
"Sebetulnya sayang, progresnya sudah ada, tinggal melewati batas ini, batas mereka bisa juara, rasa percaya diri mereka akan lebih tinggi. Kami tahu ada beberapa lawan yang mainnya kurang pas sama mereka. Misalnya yang mainnya cepat, mungkin agak nggak ‘ngikut’. Melati harus bisa melatih diri supaya lebih gesit, lebih lincah, penguasaan lapangan harus diperbanyak. Pemain putri pasti diincar lawan kalau di ganda campuran. Paling tidak, Melati harus siap, jangan lengah, jangan tegang, jangan kaku. Hal ini sangat berpengaruh, kalau dicecar, lama-lama bikin salah terus, jadi nggak bisa keluar dari tekanan," jelas Susy.
"Yang menjadi penyakit kan banyak buang poin sendiri, matinya bukan karena dibunuh, tapi mati sendiri. Harus saling mengingatkan, asal masuk dulu shuttlecock-nya, jangan buru-buru, jangan terlalu nafsu ingin mematikan lawan, main safe dulu. Di perempat final, di semifinal bisa, kok di final nggak bisa? Ini terjadi sudah tiga kali di final, harus tahu, kesalahannya di mana? Kami tetap kasih masukan dan mendampingi, tapi tetap semua harus ada kemauan dari atletnya, toh kalau juara kan juga untuk atlet," tambahnya.
Lebih lanjut, Susy juga akan bekerjasama dengan Kepala Pelatih Ganda Campuran PP PBSI, Richard Mainaky, terkait apa saja yang perlu ditingkatkan dari Praveen/Melati yang merupakan calon kandidat terkuat ke Olimpiade Tokyo 2020 bersama Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja.
"Ini jadi PR buat PBSI, buat kak Richard yang sudah menelurkan Tontowi (Ahmad)/Liliyana (Natsir), kan kami berharap Praveen/Melati bisa meneruskan prestasi, ada Hafiz/Gloria juga, dua pasangan ini yang kami harapkan bisa lolos ke olimpiade. Tapi dengan kekalahan ini butuh banyak polesan dan kerja keras lebih," ucap Susy.
"Misalnya kami kasih masukan ke pelatih, perlu ada tambahan kelincahan di depan net, dan kalau pemain putri ‘ketarik’ ke belakang, ya harus siap juga. Nggak bisa hanya mengandalkan pemain putra, memang kalau di ganda campuran pasti pemain putra akan cover sebagian besar area lapangan belakang. Tapi jangan sampai porsinya 70-30, paling tidak minimal 65-35, atau kalau bisa 60-40, itu akan jauh lebih solid kerjasamanya," beber Susy.
Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria mesti mempertahankan posisi rangking mereka di Top 8, jika ingin lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Setiap negara bisa mengirim maksimal dua wakil di nomor ganda, jika ada di peringkat delapan besar dunia.
Saat ini Indonesia punya dua wakil ganda campuran di Top 8, selain Praveen/Melati, ada Hafiz/Gloria yang menempati rangking enam dunia. (*)