(Blibli Indonesia Open 2018) Target Satu Gelar, Susy: Ini Paling Realistis

(Jakarta, 2/6/2018)

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, menyebutkan target tim Indonesia meraih satu gelar di ajang Blibli Indonesia Open 2018 HSBC BWF World Tour Super 1000. Target ini dinilai Susy paling realistis, mengingat ini adalah turnamen level teratas dalam rangkaian seri BWF World Tour.

Selain itu, Susy juga menyebutkan bahwa persaingan bulutangkis antar negara kini semakin ketat. Popularitas bulutangkis yang meroket membuat banyak negara-negara yang menjadi pendatang baru di bulutangkis dan mulai bisa banyak bicara, seperti Spanyol dan Rusia. Spanyol mampu melahirkan Carolina Marin yang telah mencetak sejarah sebagai pebulutangkis Spanyol pertama yang meraih gelar Juara Dunia dua kali pada tahun 2014 dan 2015, serta puncaknya medali emas tunggal putri di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.  

Pasangan ganda Rusia, Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov berhasil mencatatkan nama mereka sebagai orang Rusia pertama yang menjuarai gelar bergengsi All England 2016.

"Saya bicara realistis, tidak bicara janji-janji muluk. Karena janji adalah janji. Yang realistis memang satu, yang rangking satu dunia kan cuma satu, ganda putra. Ada kans juga di ganda campuran," sebut Susy yang dijumpai di konferensi pers Blibli Indonesia Open 2018.

"Kalau saya bilang target lima gelar, ini terlalu di awang-awang, namanya mimpi. Karena peta kekuatan bulutangkis kini merata. Sekarang saya tanya, apakah Tiongkok berani memasang target lima gelar? atau tiga deh? Tidak ada yang berani, bahkan negara-negara yang kuat sekalipun. Kalau ngomong saja, asal ngomong ya saya juga bisa bilang lima gelar, tapi pertanggungjawabannya seperti apa?" kata Susy.

Susy juga membeberkan soal pembinaan pemain pelapis yang sampai saat ini masih menjadi tantangan tersendiri bagi PBSI. Bukan cuma soal mencetak juara, PBSI pun punya PR besar dalam soal regenerasi, apalagi beberapa pemain senior telah mengisyaratkan gantung raket dalam waktu dekat.

"Popularitas badminton ini naiknya luar biasa. Otomatis negara-negara lain juga kerja keras, kita pun harus lebih ekstra lagi, kalau dulu bisa dominasi karena tidak terlalu banyak negara yang ikut. Sekarang bisa dilihat ada Rusia, Spanyol. Atau mungkin kita terlena dengan prestasi masa lalu, kemudian tidak siap untuk membina, karena mengandalkan pemain itu lagi itu lagi, membina itu tidak bisa instan, butuh proses," tutur Susy.

"Contohnya tunggal putri di zaman saya dulu lima-limanya bagus, tetapi sekarang hilang satu generasi, mau naik lagi sudah susahnya minta ampun. Tapi Jepang saja butuh puluhan tahun untuk seperti sekarang. Dari tahun 60-70 an, sekarang baru bisa ‘muncul’ lagi," sebut Susy.

"Tunggal putra, begitu seniornya main profesional, otomatis tidak ada yang jadi panutan, tidak sparring. Kenapa ganda putra dan ganda campuran bisa konsisten ada pelapisnya? Karena mereka generasi demi generasi lapisannya cukup dekat, nariknya lebih cepat. Makanya sekarang kami adakan lagi kelas pratama, pemain lapis kalau bisa sampai lapis ketiga," Susy membeberkan.

Saat ini pasangan ganda putra rangking satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, menjadi andalan untuk meraih gelar di turnamen level elit. Selain itu, pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir juga masih mampu bersaing dan meraih gelar-gelar bergengsi seperti gelar juara dunia pada tahun lalu. (*)