(Djarum Superliga 2017) Perkuat Berkat Abadi, Kenichi Tago Berharap Sumbang Kemenangan
(Surabaya, 23/2/2017)
Lama tak tampil di panggung bulutangkis dunia, Kenichi Tago hadir di Surabaya memperkuat tim Berkat Abadi di ajang Djarum Superliga 2017. Pemain kelahiran Chiba, Jepang, 16 Juli 1989 ini merupakan salah satu pemain tunggal putra terbaik yang pernah dimiliki Negeri Sakura. Tago merupakan ujung tombak tim Jepang saat berhasil mencetak sejarah merebut Piala Thomas untuk pertama kalinya di New Delhi, India, tahun 2014 silam.
Setelah turnamen Malaysia Open Superseries Premier 2016 lalu, Tago tak lagi bergabung dengan Asosiasi Bulutangkis Jepang. Saat ini Tago menetap di Petaling Jaya, Malaysia, dan bergabung sebagai pemain klub Petaling Badminton Club.
“Saat ini saya masih menjadi pemain bulutangkis, masih belum terpikir untuk pensiun atau melatih,” kata Tago kepada Badmintonindonesia.org.
Saat mengikuti Badminton Purple League 2017, Tago mendapat tawaran untuk memperkuat tim Berkat Abadi di Djarum Superliga 2017, ia pun mengiyakan tawaran tersebut dan bergabung bersama Hendra Setiawan cs.
Tago berharap dirinya dapat memberi kontribusi menyumbang angka bagi tim asal kota Banjarmasin ini.
“Pertandingan beregu berbeda dengan pertandingan perorangan. Kadang ada kejutan di beregu dan datangnya bukan dari pemain utama. Saya sadar kali ini saya bukan pemain utama, tetapi bisa saja saya buat kejutan. Saya ingin berkontribusi untuk tim,” kata Tago yang sangat mengidolakan Taufik Hidayat.
Meskipun tak lagi aktif bertanding di turnamen resmi BWF (federasi bulutangkis dunia), namun Tago tetap mengikuti perkembangan bulutangkis saat ini.
“Di sektor tunggal putra masih didominasi pemain-pemain senior, terutama di turnamen top. Pemain muda masih belum bisa menonjol sekali, jadi mereka yang muda-muda harus berusaha lebih keras lagi,” ujar runner up BCA Indonesia Open Super Series 2014 ini.
Ketika ditanya soal pebulutangkis Indonesia saat ini, Tago pun mengemukakan pendapatnya.
“Di Indonesia agak beda dengan di Jepang, kompetisi di bulutangkis lebih ketat. Pemain-pemain muda harus bisa melihat situasi, mereka punya senior-senior seperti Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro yang selalu haus juara. Seharusnya pemain-pemain muda juga mengikuti semangat mereka, jangan puas hanya sampai perempat final atau semifinal saja,” jelas Tago.
“Memang sudah takdir mereka (pemain-pemain muda) terlahir sebagai pemain bulutangkis di Indonesia yang hampir selalu meraih emas di olimpiade, medali ini amat besar artinya, pemain bulutangkis Indonesia harus menang. Jadi pemain-pemain yang muda harus punya keinginan besar untuk meneruskan tradisi ini,” tambahnya. (*)