Sosok Liliyana Natsir di Mata Susy Susanti

(Kudus, 2/9/2016)

Liliyana Natsir menjadi atlet putri kedua Indonesia yang berhasil memenangkan medali emas olimpiade. Pemain spesialis ganda campuran ini meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 bersama Tontowi Ahmad. Sebelumnya, Susy Susanti adalah atlet putri pertama yang mempersembahkan medali emas dari sektor tunggal putri di Olimpiade Barcelona 1992.

Kemenangan Liliyana yang akrab disapa Butet ini membuat Susy merasa lega karena prestasi Indonesia di cabang bulutangkis terus berkesinambungan. Hal ini sekaligus membuktikan kalau atlet putri Indonesia memiliki potensi untuk berprestasi tinggi dan mengharumkan nama negara di ajang olimpiade.

“Saya senang sekali ternyata atlet putri Indonesia bisa dan mampu, diharapkan prestasi ini bisa jadi motivasi untuk generasi muda, khususnya di bulutangkis. Sebetulnya setiap orang punya bakat juara, tetapi semua tergantung bagaimana dia bisa memaksimaklan potensinya itu,” kata Susy yang ditemui disela-sela Audisi Umum PB Djarum di Kudus, Jawa Tengah.

“Jadi juara tidak mudah, butuh proses, perjuangan dan kerja keras. Saya lihat ini ada dalam diri Butet. Dia sudah nggak muda, sudah 30 tahun tetapi dia nggak kalah sama yang muda. Kalau dibandingin junior-juniornya, Butet sudah termasuk komplit skillnya, tapi dalam latihan dia tetap disiplin, dan Butet memperlihatkan karakter sebagai juara, bisa kelihatan kok,” sambung istri dari Alan Budikusuma ini.

“Bukan cuma fighting spirit, tetapi attitude di dalam dan di luar lapangan juga baik. Sama seperti Hendra (Setiawan). Mereka sudah membuktikan diri, tidak hanya menjadi juara tetapi di latihan kelihatan, lalu sikap mereka terhadap adik-adiknya, bisa menjadi contoh,” pungkas Susy kepada Badmintonindonesia.org.

Kedisiplinan Liliyana juga disorot Susy, menurutnya, Liliyana memiliki komitmen dan dedikasi tinggi atas profesi yang telah dipilihnya.

“Butet itu memegang komitmen juara dan fokus dalam mempersiapkan dirinya, dia tahu apa yang dituju, tidak usah disuruh-suruh. Ada yang bilang atlet tidak lulus sekolah, tidak bisa disamakan atlet dengan yang lain. Ini adalah pilihan, mungkin dia harus mengorbankan salah satu. Secara akademis dia mungkin nggak punya gelar, tetapi secara intelegensi, dia pintar. Badminton itu sangat unik, antara otot dan otak harus sinkron, per berapa detik kita harus cepat berpikir kemana mengarahkan bola, dibutuhkan kecerdasan,” ungkap Susy.

Selain Susy dan Liliyana, ada tiga pebulutangkis putri yang meraih medali olimpiade. Di sektor tunggal putri, Mia Audina menyumbangkan medali perak di Olimpiade Atlanta 1996, dilanjutkan dengan Maria Kristin Yulianti pada Olimpiade Beijing 2008. Dari sektor ganda campuran, ada Minarti Timur yang meraih medali perak di Olimpiade Sydney 2000 berpasangan dengan Trikus Harjanto. (*)