(Coca Cola Astec Indonesia Intl Challenge 2014) Apa Kata Mereka Soal Sistem Skor Baru?
(Jakarta, 14/8/2014)
Ada pemandangan menarik di ajang Coca Cola Astec Indonesia International Challenge 2014. Untuk pertama kalinya uji coba sistem skor baru 11×5 diberlakukan di sebuah turnamen bulutangkis internasional resmi. Penerapan sistem ini memang sudah menjadi wacana BWF (Badminton World Federation) sejak beberapa bulan lalu.
Indonesia menjadi negara pertama yang menerapkan uji coba sistem skor baru ini. Sistem skor 11×5 dengan poin kemenangan di angka 11. Mereka yang mengamankan tiga game lebih dululah yang akan keluar sebagai pemenang. Berbeda dengan sistem skor 21×3, pada sistem skor ini tidak terdapat setting, sehingga kalau terjadi kedudukan imbang 10-10, game tetap akan berakhir di angka 11.
Dengan sistem skor ini, pertandingan berjalan lebih menegangkan dan cenderung lebih cepat. Bahkan pada babak kedua turnamen Coca Cola Astec Indonesia International Challenge 2014, pertandingan tiga game langsung dapat berlangsung dalam 15 – 20 menit.
“Sistem skor baru ini pasti ada plus minusnya. Kalau sudah posisi 10-10 kan tidak ada setting, situasi ini sangat menegangkan. Sistem skor baru ini membuat pressure jadi lebih besar sehingga kami harus benar-benar fokus, tidak boleh blank sama sekali,” kata Suci Rizki Andini, pemain ganda putri.
“Kalau saya pribadi sih lebih suka sistem skor 21. Sistem 11×5 benar-benar membuat kami harus menguras otak, harus konsentrasi penuh karena pertandingan berjalan cepat sekali. Kalau hilang fokus sedikit saja langsung bisa terkejar oleh lawan,” ungkap Hafiz Faisal dari sektor ganda campuran.
Sistem skor baru ini tentunya juga membawa perubahan di pola dan cara latihan sehari-hari. Seperti yang dirasakan Tiara Rosalia Nuraidah, pemain ganda putri ini mengaku mesti melatih kecepatan dalam permainannya. Di Pelatnas Cipayung, para pemain sudah mulai berlatih menggunakan sistem skor baru 11×5, terutama mereka yang akan bertanding di turnamen ini Coca Cola Astec Indonesia International Challenge 2014.
“Dari segi latihan juga harus ada perubahan, misalnya kami harus belajar untuk fokus pada permainan dan kecepatan juga harus dilatih lagi,” ucap Tiara.
“Saat bertanding, kadang merasa seperti dikejar-kejar, jadi ada rasa buru-buru ingin game, soalnya walaupun sudah unggul di angka 10, tetap saja bisa terkejar. Kalau imbang, satu kali kesalahan membuat kita kalah,” kata Tiara yang dijumpai di GOR Asia Afrika.
Hal yang sama juga diungkapkan Jonatan, pemain kelahiran Jakarta, 15 September 1997 yang merupakan juara bertahan tunggal putra di turnamen ini.
“Kalau sistem skor ini diganti menjadi 11×5, pelatih punya peran besar untuk mengubah cara main si atlet. Jadi harus main seperti apa yang sesuai dengan sistem skor seperti ini,” jelas Jonatan.
“Walaupun sudah unggul dua game, namun sistem skor ini mengharuskan pemain untuk benar-benar fokus sampai detik pertandingan selesai. Skor seperti ini ada kelebihan dan kekurangannya buat atlet. Kelebihannya, saat ketinggalan, kami masih punya kesempatan lebih besar untuk mengejar,” tambahnya.