(Asia Junior Championships 2014) Tim Junior Dievaluasi Jelang WJC 2014

(Jakarta, 28/2/2014)
Kegagalan pemain-pemain muda Indonesia pada ajang Asia Junior Championships 2014 di Taipei sebaiknya dijadikan sebagaia bahan pembelajaran bagi atlet, pelatih, dan pengurus PP PBSI. Meskipun gagal mencapai target yang telah ditetapkan, semua pihak diharapkan dapat mengambil hikmah dan melakukan evaluasi agar para pemain bisa tampil lebih baik di ajang World Junior Championships 2014 di Malaysia, April mendatang.

Hal ini disampaikan oleh Lius Pongoh, manajer tim Indonesia di Asia Junior Championships 2014 pada acara konferensi pers pelepasan atlet ke All England dan evaluasi Asia Junior Championships 2014 di Pelatnas Cipayung, Rabu (27/2).

“Kami memang tidak mencapai target, maunya bisa ke babak semifinal beregu, setidaknya menyamai prestasi tahun lalu. Sebagai bahan evaluasi, masih banyak yang perlu kami benahi, termasuk daya juang, fighting spirit para pemain-pemain junior ini,” ujar Lius.

Pada nomor beregu, Indonesia terhenti di babak delapan besar dari tim Korea. Sebelumnya di babak penyisihan Grup A, Indonesia dikalahkan tim India dengan skor 2-3. Sementara di nomor perseorangan, Indonesia membawa pulang satu medali perunggu dari pasangan ganda campuran M. Rian Ardianto/Zakia Ulfa.

“Kalah dari India memang sebuah pukulan buat kami. Peta kekuatan bulutangkis sekarang makin merata. Bukan cuma China dan Korea, tetapi India juga patut diwaspadai. Kalau Jepang sih tidak usah ditanya,” tambah Lius.

Seperti diungkapkan Lius, PBSI mesti membenahi masalah non-teknis pada atlet salah satunya memacu semangat dan daya juang mereka yang dinilai masih kurang. Kesadaran ini sebetulnya harus datang dari dalam diri masing-masing atlet.

Namun PBSI tentunya akan memberi dukungan kepada atlet untuk menunjang prestasi. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PP PBSI Anton Subowo. PBSI akan merencanakan kerjasama dengan universitas dan psikolog untuk membantu atlet dalam mengatasi masalah ini. Selain itu, prestasi para senior seperti Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan diharapkan dapat melecut semangat para pemain-pemain muda.

“Rasa tidak mau kalah kami memang bisa dibilang kurang dibanding atlet-atlet luar. Padahal sebetulnya kalau melihat kemampuan, kami juga bisa mengalahkan mereka. Kalau saya pribadi, saya kadang merasa nervous di awal pertandingan, habis itu sudah biasa lagi,” ujar M. Bayu Pangisthu, pemain tunggal putra junior.

“Saya rasa kalau atlet nervous itu normal, apalagi mereka masih muda. Negara-negara lain mungkin pembinaannya sudah lebih maju, misalnya dari segi sport science, pendidikan awal, dan sebagainya. Ini adalah hal positif yang bisa kita pelajari,” jelas Anton.

Anton juga mengatakan bahwa tidak ada kata kegagalan, tetapi lawan lah yang lebih unggul dari pemain-pemain junior Indonesia. Ia juga berharap kejadian ini dapat membuka pikiran para atlet, bahwa bulutangkis kini adalah milik dunia, bukan hanya milik Indonesia. Kekalahan ini sebaiknya dilihat dari segi positifnya, bukan hanya segi negatifnya saja. (*)